Keletakan
Makam Kapten Hermanus Van Ingen terletak di
Dusun Jatingarang Kidul (Kauman), Jatisarono, Nanggulan, Kulon Progo, Propinsi
DIY. Jika dari arah Yogyakarta, lokasi ini dapat dicapai melalui Jl. Diponegoro
(barat Tugu) ke arah barat-lurus hingga melewati Pasar Godean-ke barat
menyeberang Sungai Progo. Sesudah sampai di perempatan Nanggulan ambil jalan ke
arah kiri (selatan). Pada jarak sekitar 400 meter dari perempatan ini akan
ditemukan kompleks makam di Dusun Jatingarang Kidul pada sisi barat jalan. Pada
kompleks makam inilah akan kita temukan nisan dari Kapten Hermanus Van Ingen.
Data Fisik
Makam atau nisan Hermanus van Ingen berada
di kompleks makam umum/ kampung Jatingarang kidul. Di kompleks makam ini kecuali
nisan Kapten Hermanus van Ingen juga terdapat nisan-nisan lain di sisi kanan
kirinya yang menurut sumber setempat merupakan
nisan
dari kuda-kuda kesayangan Kapten Hermanus van Ingen.
Makam ini memiliki prasasti berbahasa
Belanda yang ditakikkan di atas permukaan lempengan batu andesit. Sayangnya,
tulisan dalam prasasti tersebut sekarang sudah sangat sulit dibaca secara utuh.
Akan tetapi ada selarik tulisan yang masih cukup jelas berbunyi Hier Onder Rust
‘di sini beristirahat’ Onkh Hermanus Olkert Van Ingen.
Nisan Van Ingen ini berbentuk persegi dalam
bangunan menyerupai balok tembok dengan ukuran panjang 166 Cm, tinggi 100 Cm,
dan lebar 142 Cm. Sedangkan kenampakan prasasti Van Ingen berukuran panjang 62
Cm, lebar 40 Cm. Sedang ketebalan prasasti ini tidak bisa diketahui karena
prasasti tersebut tertanam di dalam tembok.
Latar Belakang
Perang Jawa/Perang Diponegoro/de Java
Oorlog pecah tanggal 20 Juli 1825. Perang ini berlangsung selama 5 tahun dan
sempat membuat pemerintah Negeri Belanda diliputi kecemasan yang luar biasa.
Keuangan Belanda bisa dikatakan hampir bangkrut, tenaga militer kurang, dan
banyak jatuh korban.
Siasat gerilya yang diterapkan Pangeran
Diponegoro dengan pasukannya waktu itu hampir tidak bisa ditandingi. Belanda
dibuat pontang-panting oleh pergerakan pasukan lawan yang sangat mobil dan
militansi yang sangat kuat. Untuk memotong dan membendung jalur-jalur mobilitas
itu Belanda menerapkan strategi perang yang terkenal dengan nama benteng stelsel.
Benteng stelsel ini sangat efektif untuk untuk menguasai dan mengontrol
daerah-daerah di sekitar benteng; mencegah mobilitas dan perhubungan pasukan
rakyat pimpinan
Pangeran
Diponegoro; memadamkan benih perlawanan rakyat di sekitar benteng; mengurung
pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro.
Seperti biasa, Belanda mengetrapkan politik
licik dan rendahnya yakni, devide et impera-nya. Banyak keluarga raja-raja Jawa
baik dari Kasultanan, Kasunanan, Paku Alaman, dan Mangkunegaran yang dibujuk
rayu dan direkrut untuk membantu Belanda dengan banyak iming-iming. Mulai dari
kedudukan, gelar, hadiah material (kain, emas, minuman keras), dan uang.
Akibatnya mereka pun saling bunuh dengan pasukan Pangeran Diponegoro.
Strategi benteng stelsel ini mengakibatkan
benteng-benteng atau pos pertahanan Belanda dibangun di banyak tempat. Tidak
kurang dari 200-an benteng yang dibangun Belanda di Jawa, khususnya Jawa
Tengah-Yogyakarta-Surakarta sehingga seolah-olah Belanda menaburkan benteng di
tanah Jawa. Benteng-benteng itu di antaranya dibuat di Bantul, Brosot, Puluwatu,
Kejiwan, Telagapinian, Delanggu, Pasar Gede, Kemulaka, Trayem, Jatianom,
Delanggu, Pijenan, Tegalwaru, Beliga, tepian Sungai Bedog, Kanigoro, Mangir,
Grogol, Brosot, Danalaya, Grobyak, dan sebagainya.
Salah satu benteng Belanda dibuat pula di
Nanggulan, Kulon Progo. Hanya saja benteng Belanda di Nanggulan ini tidak aman
dari serbuan pengikut Pangeran Diponegoro. Pada tanggal 20 Desember 1828 benteng
di Nanggulan ini diserbu pasukan Pangeran Diponegoro yang dikepalai oleh
Alibasyah Sentot Prawirodirdjo. Penyerbuan itu diulanginya lagi pada
tanggal
28 Desember 1828. Penyerangan yang kedua ini mengakibatkan pertempuran sengit.
Berpuluh-puluh orang tewas di pihak Belanda bersama sekutunya maupun di pihak
pasukan penyerang. Bahkan salah seorang perwira Belanda yang bernama Kapten
Hermanus Van Ingen tewas dalam peperangan ini. Pangeran Prangwadana yang
membantu Belanda waktu itu juga tewas di tempat itu.
Nama Nanggulan diduga berasal dari kata
nanggul atau nanggulangi yang berarti membentengi/menghalangi. Semula diduga ada
benteng pertahanan buatan pasukan Pangeran Diponegoro. Kemudian dihancurkan oleh
Belanda. Pada gilirannya benteng itu diserbu pasukan Pangeran Diponegoro di
bawah Sentot Prawirodirdjo. Berdasarkan hal itulah kemudian muncul nama
Nanggulan seperti yang kita kenal sekarang ini.
teks: a. sartono k
foto: a.barata dan a. sartono k
foto: a.barata dan a. sartono k
0 comments: